Dunia Pendidikan






KESULITAN BELAJAR DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

 Oleh : Usep Irwan Herdiana, A.Ma

Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai Kinerja Akademik (Academik Performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tanpak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditunjukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehinga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkatagori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dngan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficlty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.

A.  Faktor-Faktor Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tanpak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasinya belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibutuhkan dengan munculnya kelainan prilaku (misbehavior) siswa seperti kesulitan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.      Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.
A.     Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangan fisik-fisik siswa, yakni :
1).  Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi siswa;
2). Yang bersifat efektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3). Yang bersifat psikomotor (ranah klarsa), antar lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
B.   Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern sisiwa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam.
1.      Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.      Lingkungan perkumpulan/masyarakat, contohnya: wilayah perkumpulan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.      Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualiat rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Di antar faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom piskologi berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrone) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
1.      Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.
2.      Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3.      Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karnanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya mineral brain dysfungtion, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988).

B.  Diagnosis Kesulitan Belajar

Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenai gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener dan Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat prilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Meringkas penglihatan dan pendengaran siswa khususnya siswa diduga mengalami kesulitan belajar.
3.      Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4.      Memeriksa tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan itelegasi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Secara umum, langkah-langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik piskologi. Dalam hal ini, yang sangat perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh di bawah normal (tuna grahita), orangtua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa), karena lembaga/sekolah bisa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudian belajar khusus anak-anak normal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjukan misbehavior berat seperti prilaku agresif yang berpotensi anti sosial atau kecantuan narkotika, harus diperlukan secara khusus pula, umpamanya dimasukan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pencandu narkotika.
Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgrafia, dan diskalkulia, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani para siswa pengidap sindrom – sindrom tadi di samping melakukan remidial teaching (pengajaran perbaikan).
Sayangnya di sekolah - sekolah kita, tidak seperti di kebanyakan sekolah negara – negara maju, belum menyediakan guru – guru pendukung. Namun untuk mengatasi kesulitan karena tidak adanya support teachers itu orang tua siswa dapat berhubungan dengan biro konsultasi psikologi dan pendidikan yang biasanya terdapat pada pakultas psikologi dan fakultas keguruan yang terkemuka di kota – kota besar tertentu.

C.  Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar
Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut.
1.      Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian – bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
2.      Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.
3.      Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
Setelah langkah – langkah di atas selesai, barulah guru melaksanakan langkah keempat, yakni melaksanakan program perbaikan.


A.     Alat Diagnosis Kesulitan Belajar

a.      Analisis hasil diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti. Contoh: Badu mengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata “polisemi”. Polisemi ialah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau lebih. Kata “turun”, umpamanya, dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun harga, turun ranjang, turun tangan, dan seterusnya. Contoh sebaliknya, kata “naik” yang juga dapat di pakai dalam banyak frase seperti: naik daun, naik darah, naik banding, dan sebagainya.
b.      Menentukan kecakapan bidang bermasalah
Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang – bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikatagorikan menjadi tiga macam.
1.      Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
2.      Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
3.      Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang tua.
Bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun orang tua dapat bersumber dari kasus – kasus tuna grahita (lemah mental) dan kecanduan narkotika. Mereka yang termasuk dalam lingkup dua macam kasus yang bermasalah berat ini dipandang tidak berketerampilan (unskilled people). Oleh karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah kesulitan belajar yang berat tersebut tidak hanya memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan perawatan khusus.
Kembali kesoal Badu. Ternyata, dari hasil diagnosis diketahui bahwa ia belum memiliki kecakapan memahami konteks kalimat, khususnya kalimat – kalimat yang mengandung elemen polisemi. Akibatnya, sebuah kata polisemi yang arti aslinya “X” dalam sebuah konteks kalimat dia pahami sebagai “X” juga dalam konteks kalimat yang lain.

c.       Menyusun program perbaikan
Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan (remedial teaching), sebelumnya guru perlu menetapkan hal – hal sebagai berikut
1.      Tujuan pengajaran remedial.
2.      Materi pengajaran remedial.
3.      Metode pengajaran remedial.
4.      Alokasi waktu pengajaran remedial.
5.      Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.