Rabu, 13 Oktober 2010

Mi Instan Aman, asal Jangan Berlebihan

Konsumsi makanan instan, termasuk mi instan memang aman untuk tubuh. Tapi aman bukan berarti sehat, karena dalam jumlah yang berlebihan bisa mengancam kesehatan. (Foto: Google)
PENARIKAN Indomie berpengawet berbahaya di Taiwan membuat masyarakat cemas. Mereka khawatir Indomie di pasaran Indonesia juga sama saja. Benarkah mi instan berbahaya bagi kesehatan?

Bagi warga Ibu Kota, makanan instan sepertinya sudah menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Kesibukan membuat makanan instan bak dewa penolong. Salah satunya adalah mi instan. Tinggal rebus beberapa menit, tambahkan bumbunya, mi lezat dengan berbagai sensasi rasa pun siap disantap. Tak heran bila mi instan sangat disukai oleh berbagai kalangan, tua, muda, hingga anak-anak.

Namun, para penggemar mi instan kini tengah dilanda rasa kekhawatiran. Apalagi kalau bukan karena berita penarikan Indomie di pasar Taiwan. Salah satu produk mi instan besitan PT Indofood Sukses Mandiri ini disebut-sebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya. Bahan pengawet yang dimaksud adalah Methyl PHydroxybenzoate (nipagin) yang digunakan pada mi dan benzoicacid yang digunakan pada bumbu. Berdasarkan hasil tes Departemen Kesehatan Taiwan, kedua bahan pengawet tersebut tidak lolos dalam klasifikasi barang impor.

Methyl P-Hydroxybenzoate biasanya dipakai untuk bahan kosmetik, sedangkan benzoicacid dipakai untuk bahan pengawet makanan, tetapi dilarang dipakai di mi instan,” tutur kepala administrasi bagian medicine food Wang Shu Fen.

Jika hasil tes Departemen Kesehatan Taiwan menyatakan Indomie mengandung dua bahan pengawet terlarang, maka lain halnya dengan hasil riset Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Menurut BPOM, Indomie sudah dipastikan memenuhi standar dan memastikan mi instan Indomie produksi PT Indofood, aman untuk dikonsumsi. “Produk Indomie di Indonesia sudah terdaftar dan memenuhi persyaratan kesehatan,” tutur Kepala Badan POM, Kustantinah.

Lebih lanjut Kustantinah menuturkan, penggunaan nipagin sebagai bahan pengawet telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 722 /Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan.

”Salah satu bahan tambahan yang diatur adalah nipagin (Methyl P-Hydroxybenzoate) yang berfungsi sebagai pengawet dengan batas maksimum penggunaan. Pengawet memang dibolehkan untuk kosmetik dan obat. Untuk makanan seperti mi instan, asalkan tidak melebihkan kadar maksimum yang ditentukan Badan POM, yakni 250 mg per kg,” ujar dia. Sejauh ini, menurut BPOM, Indomie yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan sebagai makanan yang aman untuk dikonsumsi.

Hal yang sama juga dikatakan oleh pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Ir Eddy Setyo Mudjajanto, kedua bahan pengawet yang digunakan oleh produk Indomie adalah jenis yang sangat aman, selama penggunaannya tidak melebihi batas maksimal dari yang ditentukan.

“Selain memperhatikan jenis pengawet apa yang digunakan, jumlahnya juga harus dilihat. Walaupun bahan pengawet ada yang dinyatakan aman digunakan, namun jika penggunaannya melebihi batas yang ditentukan, pasti menjadi tidak aman,” tandasnya.
Selain itu, makanan instan yang digunakan juga dilihat dari seberapa sering bahan tersebut dikonsumsi. Jika makanan instan yang dikonsumsi menggunakan bahan pengawet yang tidak aman dan dikonsumsi dalam jumlah yang sering, maka bukan tidak mungkin penyakit pun akan menghampiri.

“Semakin sibuk seseorang, semakin sering juga dia mengonsumsi makanan instan, itu biasanya terjadi secara otomatis,” tutur dosen Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB ini.

Apabila seseorang sering mengonsumsi makanan instan yang mengandung bahan pengawet yang berbahaya, maka secara jangka panjang bisa menyebabkan kanker. Kanker yang diderita pun berbeda-beda, tergantung pada jenis bahan pengawet dan makanan yang masuk ke dalam tubuh. “Kanker yang bisa diderita seperti kanker kulit, kanker payudara, dan lainnya,” paparnya.

Sementara untuk jangka pendek yang dialami apabila seseorang mengonsumsi makanan yang terpapar bahan pengawet adalah bisa menimbulkan infeksi atau keracunan yang bisa menyebabkan iritasi kulit, sakit tenggorokan, diare, pernapasan terganggu, serta sakit kepala atau pusing. “Makan makanan instan memang berisiko,” ujarnya.

Untuk itu, disarankan oleh Eddy, bagi mereka yang gemar mengonsumsi makanan instan, hendaknya diimbangi dengan mengonsumsi antioksidan atau makanan yang bervitamin seperti vitamin A, C, dan E. “Perbanyak sayuran dan buah-buahan apabila susah untuk menghentikan kebiasaan mengonsumsi makanan instan dan selalu berolahraga untuk mendapatkan hidup yang sehat,” saran Direktur Diploma IPB ini.
(SINDO//tty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar